Stuck 101


Minggu-minggu ini rasanya stuck menulis tulisan berbau tulisan ilmiah (baca : nulis skripsi). Umur kepala dua gitu ya, mulai mikirin hidup harus struggle.  Oh sungguh nano-nano. Kalau liat anak kecil lari-larian kayanya mau kembali lagi aja jadi anak kecil hoho. Tapi gapapa, I will try. 
Anyway sekarang udah memasuki hari pertama puasa, artinya tinggal 29 hari lagi lebaran yeay *tolong otaknya agak gesrek*.

Belakangan suka mikir ke hal-hal yang mengarah ke never ending questions kaya : gue tuh siapa sih? Kenapa hidup? Bisa apa? Mau ngapain? 

Sepengelihatan gue, sistem sosial beranggapan bahwa sukses itu punya mobil banyak,rumah mewah,duit banyak,temen banyak, usaha sukses. Yah seperti itulah.
Tapi saat ini gue merasa semua itu sifatnya kaya sementara aja gitu, kaya misalnya ketika kita punya uang banyak dan saat kita butuh kesenangan uang yang kita punya bisa kita gunain untuk ngilangin kegundahan yang dirasa aja, tapi sebentar aja. Ketika gundah lagi ya gitu lagi seterusnya. 

Orang yang sukses dalam karirnya tapi dia gapunya waktu nyenengin diri dan orang-orang tersayangnya. Bagun pagi pulang pagi kaya robot. Sibuk ngejar karir tapi siapa yang tahu batinnya seperti apa, ya kan? Mungkin secara finansial dan network yang dipunya oke. Tapi apa iya dia oke-oke aja?

Ada juga tipe orang yang suka cemas. Contohnya memaksakan diri dalam gaya hidup. Keadaan dimana pengeluaran lebih besar daripada pendapatan. Ini biasanya karena gengsi. Mau serba oke tapi harus cicil sana sini. Intinya suka cemas kalau belum seperti yang ada di lingkungan sosial deh. Nah, gue sering nih nemu yang kaya gini.

Disisi lain, gue observasi juga orang yang hidupnya happy-happy aja mau gimana keadaan suasana hati. Jadi tekanan dari luar gak membuat jiwa orang itu cemas sama masalah yang ada. Gue tertarik sama orang tipe ini, mau gimanapun masalahnya yang penting jangan sampai ikutan setres sama masalah yang ada. 

****************

Jadi beberapa minggu lalu gue pergi ke tempat fastfood yang lagi buka cabang baru. Awalnya gakepikiran kesitu sih, karena laper jadinya kesitu kalo gak terpaksa lumayan juga buat ditabung daripada jajan. Dan gue lihat banyak dari kita habis makan gak diberesin >,<. Sampahnya berantakan dimeja makan. Yaampun gemes dong masa habis makan aja kaya anak umur 2 tahun baru belajar makan sendiri. 

Mungkin karena budaya kita sudah terbiasa dengan pelayanan kali ya, jadi ya yaudah lah nanti ada yang beresin. Dan cabang baru fastfood ini kayanya lagi kekurangan karyawan. Soalnya yang bersihin makanan ya security fastfood-nya. Doi bukain pintu sambil mantau meja mana yang harus dibersihkan mejanya dari sampah-sampah makanan. Gue liat Bapaknya cukup sabar melakukan itu, tapi gue gemes banget masak sih yang habis makan gak ada kesadarannya sendiri membiasakan tertib dan gak seenak jidat kaya gitu.

Habis makan gue inisiatif lah beresin makannya, sampahnya gue buang dan nampan makannya gue taro ditempatnya. Kebetulan gue duduk deket dari lokasi tempat Bapaknya berdiri bukain pintu dan tempat buangin sampah makanannya. 
Setelah beres, kebetulan Bapaknya habis dari ujung beresin meja yang kotor. Dan gue merasa lega seengganya gue bisa bertanggung jawab sama sampah gue sendiri. Selain itu gue merasa lega karena gue belajar menghargai orang bukan dari status dan rasnya. 

Hidup tuh suka bercanda ya, rasanya kaya kalau nemuin uang dikantong celana langsung happy. Kadang sesuatu yang diharapin gak sesuai ekspektasi juga. Apapun yang sedang dikejar semoga kalian yang membaca ini terus berjuang. Kalau capek istirahat dulu sebentar terus lanjutin lagi. 
Oiya, gue juga masih nyari sih arti hidup tuh apa sih yang harus didapetin? Tapi gue merasa tenang ketika gue bisa memberi sedikit manfaat kesekitar dan gue bahagia.
Apapun itu yang membuat kamu bahagia, tetap jadi orang yang sederhana dan menghargai orang lain ya Wil.

Nah kalau kamu, apa sih versi bahagia menurut kamu?




Comments

Popular Post